Cari Blog Ini

Sabtu, 23 April 2011

sindrom

KARIOTIPE
SINDROM
A.     SINDROM DOWN

Definisi sindrom down

Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan
Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Gejala atau tanda-tanda

Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
  • Pemeriksaan fisik penderita
  • Pemeriksaan kromosom
  • Ultrasonografi (USG)
  • Ekokardiogram (ECG)
  • Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.


B.      Sindrom Turner

 Sindrom Turner (disebut juga sindrom Ullrich-Turner, sindrom Bonnevie-Ullrich, sindrom XO, atau monosomi X) adalah suatu kelainan genetik pada wanita karena kehilangan satu kromosom X. Wanita normal memiliki kromosom seks XX dengan jumlah total kromosom sebanyak 46, namun pada penderita sindrom Turner hanya memiliki kromosom seks XO dan total kromosom 45 Hal ini terjadi karena satu kromosom hilang saat nondisjungsi atau selama gametogenesis (pembentukan gamet) atau pun pada tahap awal pembelahan zigot.

Deteksi

Untuk mendeteksi adanya kelainan pada janin selama kehamilan berlangsung, dapat dilakukan USG Analisis kromosomal juga dapat dilakukan ketika bayi masih di dalam kandungan ataupun saat telah dilahirkan. Untuk analisis kromosom diperlukan paling sedikit 20 sel untuk memastikan diagnosis dan sel yang diambil pun harus dari 2 sel yang berbeda, misalnya sel darah dan sel kulit.

Ciri - ciri

Wanita dengan sindrom Turner akan memiliki kelenjar kelamin (gonad) yang tidak berfungsi dengan baik dan dilahirkan tanpa ovari atau uterus Apabila seorang wanita tidak memiliki ovari maka hormon estrogen tidak diproduksi dan wanita tersebut menjadi infertil. Namun, apabila seorang penderita sindrom Turner memiliki sel normal (XX) dan sel cacat (sindrom Turner/XO) di dalam tubuhnya, maka ada kemungkinan wanita tersebut fertil Wanita dengan keadaan demikian disebut mosaikisme (mosaicism) Penderita sindrom Turner memiliki beberapa cenderung ciri fisik tertentu seperti bertubuh pendek, kehilangan lipatan kulit di sekitar leher, pembengkakan pada tangan dan kaki, wajah menyerupai anak kecil, dan dada berukuran kecil. Beberapa penyakit cenderung menyerang penderita sindrom ini, di antaranya adalah penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal dan tiroid, kelainan rangka tulang seperti skoliosis dan osteoporosis, obesitas, serta gangguan pendengaran dan penglihatan.
Sebagian besar penderita sindrom ini tidak memiliki keterbelakangan intelektual, namun dibandingkan wanita normal, penderita memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menderita keterbelakangan intelektual. Sebagian penderita sindrom Turner memiliki kesulitan dalam menghafal, mempelajari matematika, serta kemampuan visual dan pemahaman ruangnya rendah Perbedaan fisik dengan wanita normal juga membuat penderita sindrom Turner cenderung sulit untuk bersosialisasi.

C.      SINDROM KLINIFELTER
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh kelebihan kromosom X Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY.  Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran payudara), dll.

 Sejarah

Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter dan rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston Ketika itu tercatat 9 pasien laik-laki yang memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan ketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia, yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita sindrom ini.

Penyebab

Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis (meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet) pada salah satu orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks untuk memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom tersebut akan diturunkan kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada anak. Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan terjadi pada ibu. Sebagian besar penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.

Ciri-ciri

Ø  Mental

Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual IQ di bawah rata-rata anak normal. Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian yang kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level rata-rata (hipoaktivitas) Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi autisme. Hal ini terjadi karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain yang dialami penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal, serta keterlambatan kemampuan menulis.Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal. Pada pasien dewasa, kemampuan seksualnya lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis (kegagalan memproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis dan sel selitan (interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada di antara sel gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini juga mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi, peningkatan level gonadotropin, dan ginekomastia Penderita klinefelter akan mengalami ganguan koordinasi gerak badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat. Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil, namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan

Pencegahan

Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi sebelum-kelahiran (prenatal detection) Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran. Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan memiliki keturunan karena adanya mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel normal tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Semakin cepat dideteksi, penderita klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji kemampuan mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan keterlambatan bicara. Terapi hormon testosteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan pencegahan keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria
sindroma Jacob (SJ) merupakan kelainan kromosom laki2 yang jarang ditemukan. Pada sindroma ini, kromosom laki-laki normal yang biasanya X dan Y (46 XY) mendapat tambahan kromosom Y sehingga menjadi XYY (47 XYY). Laki-laki dengan SJ disebut dengan istilah laki-laki   XYY.

Penyebab pastinya masih belum diketahui. Diduga terjadi kesalahan dalam pemisahan kromosom di tahap anafase II yang penderita klinefelter.
D.      Sindrom jacob
dinamakan nondisjunction yang mengakibatkan sel sperma memiliki kelebihan kromosom Y. Jika kemudian sperma ini membuahi sel telur maka terjadilah SJ.
Penderita sindroma ini memiliki gejala-gejala : gangguan dalam belajar di sekolah dan keterlambatan dalam kematangan emosional. Secara fisik, laki-laki dengan sindroma ini kurus, tinggi, berjerawat, gangguan bicara, dan gangguan dalam membaca. Dari segi libido penderita SJ tidak bermasaalah
Penderita SJ memiliki risiko untuk terkena penyakit lainnya. Seperti misalnya dalam kasus yang jarang, penderita SJ juga bisa terkena sindroma Klinefelter. Yaitu suatu kelainan kromosom dengan kromosom X tambahan (XXY).
CIRI-CIRI :
Penderita syndrome Jacobs mengalami penambahan satu kromosom Y pada kromosom kelaminnya sehingga mempunyai 44 autosom dan 3 kromosom kelamin yaitu XYY. Penderita syndrome ini ditandai dengan ciri-ciri:
a. Kariotipe:47, XYY, diderita oleh laki-laki
b. Bertubuh normal dan berperawakan tinggi
c. Bersifat antisosial
d. Perilaku kasar dan agresif
e. Wajah menakutkan
f. Memperlihatkan watak kriminal dan suka melawan hukum
g. Tingkat kecerdasannya rendah
h. Suka menusuk-nusuk mata dengan benda-benda tajam, seperti pensil, dll
E.       Sindrom patau
Sindrom Patau, atau dikenali sebagai Trisomy 13 adalah salah satu penyakit yang meibatkan kromosom, iaitu stuktur yang membawa maklumat genetik seseorang dalam bentuk gene. Sindrom ini berlaku apabila pesakit mempunyai lebih satu kromosom pada pasangan kromosom ke-13 disebabkan oleh tidak berlakunya persilangan antara kromosom semasa proses meiosis. Sesetengahnya pula berlaku disebabkan oleh translokasi Robertsonian. Lebih satu kromosom pada kromosom yang ke-13 mengganggu pertumbuhan normal bayi serta menyebabkan munculnya tanda-tanda Sindrom Patau. Seperti sindrom-sindrom lain akibat tidak berlakunya persilangan kromosom, contohnya Sindrom Down dan Sindrom Edward, risiko untuk mendapat bayi yang mempunyai Sindrom Patau adalah tinggi pada ibu yang mengandung pada usia yang sudah meningkat.

Sejarah Sindrom Patau
Kali pertama Sindrom Patau ditemui oleh Erasmus Bartholin pada tahun 1657. Oleh itu Trisomy 13 juga dikenali sebagai Sindrom Bartholin-Patau. Namun Trisomy 13 lebih dikenali sebagai Sindrom Patau berbanding Sindrom Bartholin-Patau kerana orang yang menemui penyebab berlakunya Sindrom Patau adalah Dr Klaus Patau. Beliaulah yang menemui kromosom yang lebih pada kromosom ke-13 pada tahun 1960, dan beliau adalah seorang pakar genetik berbangsa Amerika yang dilahirkan di Jerman. Sindrom Patau kali pertama dilaporkan berlaku dalam sebuah puak di Pulau Pasifik. Menurut laporan kejadian tersebut mungkin berpunca dari radiasi yang berlaku akibat ledakan ujian bom atom.

Simptom dan tanda-tanda Sindrom Patau
Kejadian Sindrom Patau adalah lebih kurang 1 kes per 8,000-12,000 kelahiran. Purata jangka hayat bagi kanak-kanak yang mengalami Sindrom Patau ialah lebih kurang 2.5 hari, dengan hanya satu daripada 20 kanak-kanak yang boleh hidup lebih dari 6 bulan. Namun setakat ini tiada laporan menunjukkan ada yang hidup sehingga dewasa.
Abnormaliti yang biasa berlaku pada bayi yang mengalami Sindrom Patau termasuklah:
1. Bibir sumbing
2. Mempunyai lebih jari tangan atau kaki
3. Kepala kecil
4. Mata kecil
5. Abnormaliti pada tulang rangka, jantung dan ginjal
6. Pertumbuhan terbantut
F.     Sindrom edward
Nama lain untuk sindroma ini adalah sindroma trisomi 18. Nama sindroma Edwards diambil dari nama seorang ahli genetika Inggris, John Hilton Edwards. Sindrom ini mengenai 1 dari 8000 bayi baru lahir.

Etiologi

Tambahan kromosom pada pasangan kromosom 18 (trisomi 18).

Patofisiologi

Dalam keadaan normal, setiap manusia mempunyai 46 kromosom. Dari 46 kromosom tersebut, 23 kita dapat dari ibu dan 23 lainnya kita dapat dari ayah. Masing-masing kromosom kedua belah pihak akan bergabung membentuk 23 pasang kromosom. Dari ke-23 pasang kromosom tersebut, 22 pasang adalah kromosom autosom dan 1 pasang adalah kromosom seks.
Dalam kasus sindroma Edwards, para penderita mempunyai 47 kromosom, dimana kromosom tambahan menjadi kromosom ketiga pada pasangan kromosom 18. Tambahan kromosom inilah yang menimbulkan berbagai gangguan pada penderita.
Karena sudah pada tahap kromosom, anomali ini akan diteruskan pada setiap sel yang ada di tubuh penderita. Akibatnya timbul berbagai kelainan dalam perkembangan janin. Bagaimana mekanisme terjadinya gangguan perkembangan tersebut belum diketahui dengan pasti.
Sebuah defek yang terjadi pada 3 minggu pertama dari masa perkembangan mesoderm prekordal dapat membawa ke arah defek morfologis dari wajah bagian tengah (midface), mata, dan otak bagian depan (forebrain) dan menginduksi defek pada prosensefalon (hemisfer serebri, diensefalon, hipotalamus, talamus). Dan semuanya itu akan menuju pada apa yang kita kenal sebagai holoprosensefali.

Gejala dan tanda klinis

Anak-anak penderita sindroma ini biasanya mempunyai:
  • Berat badan lahir rendah
  • Gagal tumbuh kembang
  • Pertumbuhan rambut yang berlebihan (hipertrikosis)
  • Kelainan jantung, pembuluh darah dan ginjal
  • Kelainan tulang tengkorak dan wajah
    • Kepala yang abnormal kecil (mikrosefali)
    • Rahang yang abnormal kecil (mikrognatia)
    • Arkus palatum tinggi
    • Leher lebar (webbed neck)
    • Telinga letak rendah
  • Kelainan mata
    • Ptosis unilateral
    • Kekeruhan lensa dan kornea
  • Kelainan ekstremitas
    • Tangan mengepal dengan posisi jari abnormal (akibat hipertoni otot yang persisten)
    • Malformasi pada pinggul dan kaki (kaki datar)
  • Kelainan organ genitalia
    • Kriptorkidisme
  • Kelainan susunan saraf pusat
    • Holoprosensefali
      • dalam mekanisme perkembangan otak, bagian depan dari otak janin gagal melakukan pembelahan secara lengkap, disertai dengan gangguan perkembangan dari saraf otak I (olfaktorius) yang berfungsi sebagai saraf penghidu dan II (optikus) yang berfungsi sebagai saraf penglihatan. Keadaan ini seringkali ditandai dengan adanya defek pada garis tengah wajah
    • Retardasi mental

Prognosis

  • Bersifat letal
  • Hanya ± 5% dari anak-anak ini yang bisa melewati ulang tahunnya yang pertama
  • Biasanya penderita meninggal sebelum berusia 6 bulan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar